Mungkin kita sering bergelut di dalamnya(emosi)..setiap hari ketika nafsu diri menjalar dalam jiwa...dan kadang mengalahkan akal sehat kita..Kita cenderung lebih menyadari emosi bila upaya kita dalam mencapai tujuan dihambat (marah, sedih, frustrasi, kecewa, dll). Atau sebaliknya bila tujuan kita tercapai (senang, gembira). Bila ditelaah lebih lanjut emosi akan menjadi semakin jelas peranannya bila kita dapat mengingat beberapa hal berikut:
- Hampir seluruh suka dan duka dalam hidup ini berhubungan dengan emosi
- Seringkali perilaku manusia dihasilkan oleh kekuatan emosional (meskipun beberapa pandangan menyatakan banyak perilaku berdasarkan alasan logis dan objektif)
- Seringkali pertentangan antar pribadi dihasilkan karena penonjolan emosi (sombong, marah, cemburu, frustrasi dll)
- Pertemuan antar pribadi seringkali disebabkan emosi seperti belaskasih, sayang, perasaan tertarik dll
Mungkin secara sadar kita pun bisa menangkap kala merasakan emosional diri yang terlalu..akhirnya menjadi kalap..stress..bukanya ini tidak baik dalam menjalin seutu hubungan person to person, ataupun secara umum.
Dan alangkah baiknya kita [b]menyadari emosi[/b]. Kita berpaling sebentar dari pertengkaran mulut tersebut (mis: pergi keluar ruangan) dan memperhatikan baik-baik beraneka ragam emosional yang sedang kita rasakan. Lalu tanyakan pada diri kita: apa yang aku rasakan? Malu (karena teman anda lebih benar/baik), atau takut (ia lebih pandai dan semakin lama semakin marah), merasa lebih (karena anda merasa menang beberapa hal dari kawan anda dan seringkali ia mengakui)? Atau masih adakah emosi-emosi lainnya yang muncul? .
Apakah tidak salah bila kita Mengakui Emosi Bila kita benar-benar ingin mengetahui banyak-banyak tentang diri sendiri, tanyakan mengapa kemarahan terjadi, bagaimana ia masuk pada diri kita dan dari mana asalnya. Telusurilah jejak asal emosi itu. Mungkin kita dapat menyingkap seluruh sangkut pautnya saat ini, namun kita mungkin akan menjumpai semacam rasa rendah diri yang belum pernah kita akui keberadaannya. Ungkapkanlah emosi kita. Apa adanya saja. Tanpa ada interpretasi, tanpa penilaian. Katakan: Ayo kita berhenti sebentar, saya merasa terlalu tegang, jangan-jangan saya akan mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak diinginkan untuk dikatakan. Dalam hal ini penting sekali untuk tidak menuduh atau memberikan penilaian dalam memberitahukan perasaan ini kepada teman kita. Kita tahu pasti bukan kawan bicara kita yang salah. Tetapi dalam diri kita sendiri terdapat sesuatu hal yang kurang beres.
Integrasikan emosi. Setelah mendengarkan emosi kita, setelah menanyakan dan mengungkapkan, sekarang biarkan akal sehat menilai apa yang sebaiknya kita lakukan. Katakan misalnya : mari kita mulai lagi, rupanya tadi saya terlampau ngotot, hingga tidak dapat mendengarkan dengan baik. Saya ingin mendengar alasanmu lagi. Atau: kamu tidak keberatan kalau kita akhiri saja perdebatan ini. Saat ini saya merasa mudah tersinggung untuk membicarakan hal yang serius.
Yahh..mungkin kita semua punya emosi diri...tapi terkadang emosi mengalahkan akal jernih kita...karena kejiwaan yang di tuntut oleh keadaan. Mari kita sama sama merendam emosi negatif kita sekecil mungkin agar tak ada sesal di kemudian hari.. okay..Hhhhh..lelah juga akhirnya..:






0 comments:
Post a Comment